Jumat, 17 Desember 2010

Apa sebenarnya Natal itu?

Johanes Robini Marianto, O.P.
dalam tabloid Arue Review edisi Desember 2010


Setiap tahun tanggal 25 Desember kita orang Kristen merayakan Natal. Ini bak pesta tahunan yang rutin dilakukan selama dunia ini masih ada. Tetapi sebenarnya apakah Natal itu dan makna Natal?
Kelahiran Yesus dari segi iman dapat dilihat dari kata-kata St. Paulus “Tetapi setelah genap waktunya Allah mengutus Anak-Nya yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada Hukum Taurat.” (Gal 4: 4). Paulus mengatakan “genap waktu Allah,” yang artinya waktu keselamatan yang ditentukan Allah di mana pewarhyuan dan tindakan keselamatan-Nya hendak dijalankan secara penuh dan final. Waktu ini tidak ada yang tahu. Kenapa begitu lama sejak Abraham diberi janji oleh Yahweh? Tidak ada yang tahu. Yang jelas “satu hari sama saja dengan seribu tahun bagi Allah dan sebaliknya,” (Mzm 90) demikian kata Pemazmur. Itu artinya bagi kita manusia yang melihatnya janji kepada Abraham dan pemenuhannya begitu panjang namun bagi Allah “yang seribu tahun sama dengan satu hari” tidaklah demikian. Para Bapa Gereja mengatakan inilah pendidikan Allah mempersiapkan sebuah bangsa manusia (baca: Israel) untuk matang menerima penebus. Dan meski telah dipersiapkan lama kedatangan penebus pun mengalami penolakkan sampai pada penyaliban Yesus (Yoh 1: 11).
Secara historis kelahiran Yesus adalah ketika pendudukan Roma yang menurut orang Yahudi merupakan sebuah malapetaka kebangsaan. Mereka berjuang setengah mati ketika pendudukan dinasti Persia dan mendapatkan kemerdekaan terbatas di jaman pendudukan Romawi. Penjajah Romawi sangat cerdik. Mereka mempertahankan sebuh struktur yang mirip ketika Indonesia dijajah. Ada kelompok elite yang ikut mengurus kepentingan Romawi (PNS Romawi tetapi orang Yahudi), ada kelompok agamawan (ulama Taurat, dsb). Tentu yang paling bawah adalah rakyat kecil melarat yang setelah dijajah pemerintahan kolonial Romawi dijajah juga oleh rekan sebangsanya yang mengabdi pemerintah Romawi. Kemiskinan dan ketidakadilan terhadap masyarakat bawah/kecil juga terjadi dan banyak orang miskin di jaman Yesus sehingga ada sebuah konsep yang namanya “anawim” (orang miskin yang menantikan kerajaan Allah dan kedatangan Mesias penyelamat). Ini mirip gerakan Ratu Adil.
Mengenai praktek keagamaan kita bisa lihat dari debat Yesus dengan para ahli kitab, Farisi dan kelompok lainnya terlihat memang dari segi keagamaan saja di Israel pada jaman itu bukannya satu melainkan ada berbagai sekte. Kesemua sekte itu tidaklah bersatu sebagaimana yang kita bayangkan. Misalnya kita tahu golongan Saduki tidak mengenal kehidupan setelah mati atau kebangkitan badan. Namun satu gejala umum hidup keagamaan adalah semakin menguatnya paham keagamaan yang cenderung legalistic meski awal mulanya pasti tidaklah demikian. Hal ini bisa dimengerti karena agama adalah identitas Israel. Ketika mereka tidak bisa mempunyai identitas yang independen di politik karena dijajah Roma maka mereka mendapatkan identitas yang jelas di keagamaan. Kebetulan pemerintahan Romawi tidak mau campur dalam hal keagamaan mereka. Penguatan lembaga keagamaan seperti Sanhendrin (pengadilan agama) merupakan sebuah identitas tersendiri karena di politik mereka tidak bisa otonom.
Dalam situasi seperti inilah Tuhan Yesus lahir. Yesus lahir dalam tatanan masyarakat Yahudi yang oleh banyak pihak disebut khaos (kacau) juga. Kenapa demikian? Secara teologis/iman sekali lagi Paulus hanya mengatakan “sudah tiba waktunya Allah.”  Itu artinya misteri rencana penyelamatan ilahi. Yang jelas Yesus ketika lahir ke dunia, Dia lahir dalam keadaan yang juga tidak menentu dan dianggap orang seolah-olah akhir jaman sudah tiba. Tidak mengherankan pewartaan Yohanes Pembaptis adalah “Bertobatlah, kerajaan Allah sudah dekat. Semua yang tidak benar akan dihancurkan karena tidak lagi aka nada penghakiman.” Ini adalah khotbah di mana orang punya keyakinan karena situasi yang tidak baik, dunia akan dihancurkan oleh Allah dengan penghakiman.
Namun di dalam situasi di mana orang merasa tidak ada harapan banyak, akhir jaman akan tiba dan penghakiman Tuhan sudah menyala, tiba-tiba Allah malah menjadi manusia untuk mengangkat dunia menjadi indah kembali. Ketika Yesus lahir diwartakan oleh para malaikat sesuatu yang “aneh”: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi dan damai di bumi bagi manusia yang berkehendak baik” (Luk 2: 15). Dikatakan Yesus membawa damai namun hanya bagi mereka yang berkehendak baik. Artinya “damai” (Syalom) yang tidak lain keselamatan memang diwartakan kepada semua orang. Namun damai itu hanya bisa dialami kalau manusia memang mau menerimanya dengan hati dan kehendak baik merupakan pra-syarat. Apa maksud ini semua?
Syalom (damai-selamat) dalam tradisi iman Kitab Suci itu artinya hubungan yang baik dengan Allah dan hubungan antara sesama yang baik. Ini kelihatan sekali dimensi vertical (lurus) yaitu manusia dengan Allah dan dimensi horizontal (menyamping) yaitu manusia dengan manusia dari syalom. Dengan kata lain syalom (keselamatan) akan terjadi kalau ada hubungan yang baik antara manusia dengan Allah sebagai dasarnya dan hubungan yang baik antara manusia dengan sesamanya. Kalau satu dimensi hilang maka tidak aka nada keselamatan. Untuk mencapai itu pra-syaratnya adalah kehendak baik. Kehendak baik ini lain dengan maksud yang baik. Kehendak baik itu meliputi maksud yang baik yang bermuara kepada tindakan yang baik. Dengan demikian menjadi jelas bahwa syalom (keselamatan) hanyalah mungkin dialami manusia apabila dari diri manusia ada kesiapan untuk melakukan apa saja agar hubungan dengan Tuhan baik dan hubungan antara sesama baik adanya.
Pewartaaan malaikat saat kelahiran Yesus menunjukkan bahwa ketika manusia berpikir bahwa dunia ini sudah buruk Allah datang malah mewartakan harapan dan jalan keluar. Jalan keluarnya hanya satu: kehendak baik. Situasi Israel yang penuh masalah tidak pernah akan diperbaiki dengan pemberontakan (sebagaimana dipikirkan kaum Israel yang diwakili oleh kaum Zelot) melainkan dengan kehendak baik terlebih dahulu. Israel perlu memperbaiki hubungannya dengan Tuhan dan dengan demikian cara memandang sesama manusia akan bisa diperbaiki pula. Dengan kedua perbaikkan itu, otomatis “dunia” akan diselamatkan. Itu rahasianya untuk memperbaiki dunia dan masyarakat yang dianggap rusak. Lalu bagaimana kongkretnya? Lukas dan Matius sama-sama menunjukkan jalannya yaitu melalui Khotbah di Bukit. Kalau Musa memberikan 10 Perintah Allah di bukit Sinai, maka Yesus memberikan perintah baru di bukit sehingga Yesus bagi kita adalah Musa Baru.
Hal kedua yang dikatakan kelahiran Yesus harus dicari di Mat 1: 23. Yesus yang hadir itu adalah Immanuel yang artinya Allah beserta kita. Ini menarik sekali karena akhir Injil Matius pesannya sama: “Ingatlah, aku akan senantiasa menyertai kamu sampai akhir jaman” (Mat 28:20). Awal dan akhir Injil Matius diakhiri dengan keyakinan bahwa kehadiran Yesus dari awal sampai kenaikkan Yesus peranan Yesus adalah Allah yang menyertai kita. Ini nama baru bagi Allah yaitu Immanuel. Sekilas nama diri Allah yang demikian artinya apa? Mari kita lihat kebih dalam lagi sebelum melanjutkan ke permenungan lebih lanjut.
Kitab Ibrani mengatakan sesuatu yang menarik: “Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari satu; itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara.” (Ibr 2: 11). Teks ini kelihatan aneh. Namun kalau kita melihat kelihatan sekali yang mau dikatakan sederhana: kesatuan kita dengan Yesus Sang Immanuel sehingga Yesus adalah saudara kita. Yesus adalah saudara kita karena Dia adalah manusia seperti kita. Seperti apa pentingnya Yesus Immanuel itu sama seperti kita? Sekali lagi Kitab Ibrani akan menjawab demikian: “Sebab Imam Besar yang kita punyai bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita Ia dicobai hanya tidak berbuat dosa,” (Ibr 4: 15). Teks ini mau mengatakan kepada kita bahwa Yesus Immanuel (inkarnasi) membuat kita boleh yakin bahwa Yesus sebagai Tuhan itu tahu siapa manusia dan mengalami siapa manusia sehingga mempunyai rasa empati kepada kita. Dasarnya adalah Dia pernah mengalami seperti kita segala hal kecuali dalam hal dosa. Disinggung tentang percobaan Yesus di bumi. Ini artinya demikian: sebagai manusia, saya boleh yakin bahwa Yesus itu tidak akan menghakimi saya secara buta tetapi Dia akan memperlakukan saya dengan lembut dan penuh pengertian karena Dia pernah seperti saya, tahu rasanya sebagai manusia karena Ia adalah manusia juga, tahu bagaimana susahnya menjadi manusia yang gampang tergoda dan bahkan tahu luar biasanya godaan sehingga kalau saya jatuh ke dalam dosa Ia akan lebih berbelaskasih karena Dia tahu dan mengalami susahnya menjadi manusia dan melawan godaan. Ini luar biasa! Untuk mengetahui lebih lanjut mari kita buat sebuah pengandaian.
Apakah Allah bisa menyelamatkan manusia tanpa perlu Yesus menjadi manusia? Sangat bisa! Mengapa? Allah tinggal balik tangan. Dia yang bisa menciptakan dunia serta isinya dari ketiadaan hanya dengan bersabda tentu bisa hanya dengan sabda-Nya semua manusia diselamatkan. Allah tahu kita ini manusia dari “debu dan tanah liat,” dan cenderung jatuh dalam godaan dosa. Dia tahu betul. Namun Yesus Allah bukan hanya tahu betul; Dia mengalami betul rasanya digoda dan hebatnya sebuah godaan. Itu artinya: karena Dia mengalami hebatnya godaan, maka apabila manusia jatuh-bangun Dia akan welas asih memaafkan/mengampuni manusia karena Dia mengalami segala kelemahan kita. Tidak mengherankan Kitab Ibrani mengatakan lagi demikian: “Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri tahta kasih karunia, supaya kitab menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (Ibr 4: 16).  Justru karena Yesus pernah mengalami hidup kita dan menglami susahnya menjadi manusia berhadapan dengan godaan, maka apabila kita jatuh kita boleh tidak takut dan malu menghadap Dia karena Dia pasti akan menolong sebab Dia mengalami apa artinya menjadi manusia yang berhadapan dengan godaan. Luar biasa misteri inkarnasi kalau dimengerti secara mendalam! Allah yang menyertai kita adalah Allah yang senantiasa mengerti kita karena Dia pernah mengalami sehingga kasih karunia dan pengampunan selalu ada pada manusia.
Hal lain yang menarik untuk disimak mengenai nama diri Allah sebagai Immanuel dapat kita temukan lagi dalam Kitab Ibrani: “Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan” (Ibr 5:7). Teks ini mungkin jarang kita perhatikan. Ayat ini mengatakan Yesus selama hidup di dunia pernah mengalami ratap tangis dan keluhan. Itu artinya Yesus pernah susah seperti kita semua. Bahkan kesusahan Yesus digambarkan sebagai ratap tangis dan keluhan. Kalau selama hidup Yesus pernah mengalami kesusahan maka Ia mengerti menjadi manusia tidaklah gampang dan bahkan penuh kesusahan. “Masa hidup kami 70 tahun dan jika kami kuat 80 tahun, dan kebanggaanya adalah kesukaran dan penderitaan…” (Mzm 90: 10). Pemazmur mengatakan hidup sebagai manusia itu lebih banyak susah daripada enaknya. Kalau demikian, untuk apa kita hidup? Yesus Immanuel mengatakan karena Dia menjadi manusia maka Dia menemani kita menziarahi hidup ini meski susah. Allah sendiri menjadi manusia,mengambil kodrat manusia yang lebih banyak susah-menderita, untuk menemani manusia sehingga penziarahan hidup kita ini tidaklah sendirian. Di sinilah solidaritas Allah dengan manusia.
Kiranya penjelmaan Allah menjadi manusia dalam peristiwa Natal ingin mengatakan kepada kita bahwa dunia yang diberitakan oleh banyak pihak seperti pada jaman Yesus bahwa semuanya jelek dan akan berakhir tidaklah seluruhnya benar. Natal mengatakan kepada kita bahwa Allah mewartakan perbaikkan yang dimulai dengan satu syarat yaitu kehendak baik. Selain itu Allah mengatakan kepada manusia bahwa Dia mengerti kelemahan kita karena Ia pernah mengalami sebagai manusia sehingga setiap saat kita bisa menemui Dia dan Ia sendiri solider dengan kita menziarahi kehidupan yang serba tidak menentu. Kitab Ibrani (Ibr 4: 16) hendaknya menjadi pedoman kita: Mari kita berani sekarang menghadap tahta kerahiman Allah karena kita semua akan beroleh pertolongan pada waktunya.

Natal dan Kalimantan Barat
Kita semua pernah disuguhkan statistik dan angka tentang Kalbar. Dikatakan kalbar dari segi SDM nomor kesekian dari belakang dan di antara semua daerah di Kalimantan, Kalbar yang paling ketinggalan karena kemiskinan masih cukup rentan di antara kita. Kalau diteruskan lagi kita akan mendapatkan “daftar” masalah dan kesulitan yang akan kita alami dan akan kita alami di masa mendatang. Pertanyaann kita adalah: “Masih adakah harapan bagi Kalbar?
Pertanyaan yang kiranya cukup pesimis ini hendak kita jawab demikian. Kalimantan secara umum, dan Kalbar secara khusus, tidaklah miskin dari segi kekayaan alam. Sumber-sumber alam perkebunan dan mineral (batubara, minyak dll) ada di Kalimantan. Apakah yang dimaksudkan tidak adanya harapan di Kalimantan dan khususnya Kalbar? Kalimantan atau Kalbar khususnya adalah harapan sebenarnya. Namun kenyataan yang dialami di mana kemiskinan dilihat masih cukup tinggi dibandingkan dengan daerah Kalimantan lainnya serta SDM-nya yang dianggap masih kurang itu permasalahannya di mana?
Mungkin refleksi Natal di atas dapatlah membantu kita menjawab. Kalbat menjadi pesimis di mata sebagian atau kebanyakkan orang karena tidak ada kehendak baik dari banyak pihak (tidak semua!) untuk membangun kalbar. Kehendak baik maksudnya tidak sama dengan maksud baik. Kehendak baik itu maksud baik yang diwujudnyatakan. Banyak dari kita yang tinggal di Kalbar mungkin hanya memikirkan diri kita sendiri dan kurang mencintai Kalbar. Mau bukti?
Kalbar pertama kaya akan sumber daya alam. Masyarakat yang memiliki kurang partisipasi bukan pertama-tama kesalahan pemerintah atau yang berkuasa (meski ada pejabat yang juga penyebab karena KKN), melainkan kita tidak tahu bagaimana jadi pemain. Pertama-tama kita mungkin kurang pengetahuan. Penulis masih ingat kata Gubernur Kornelis ketika beliau diangkat menjadi ketua DAD Provinsi kalbar. Beliau mengatakan kita selalu berpendapat bahwa pemerinah menggusur hak adat. Di satu pihak dilihat dari masyarakat adat mungkin dibenarkan. Namun, dari sisi pemerintah dengan perundang-undangan yang ada, pemerintah tidaklah menggusur hak adat. Yang penting di sini, masyarakat harus tanggap akan perundang-undangan, menyadarinya serta terlibat dalam proses pembuatan UU sehingga hak adat ini bisa diinkorporasikan, kira-kira demikian pidato beliau di saat pengukuhan (Hotel Kini, 20 November 2010). Ini berarti kita sendiri kurang tanggap atau pro-aktif untuk menyuarakan apa yang menjadi hak serta aspirasi kita sehingga suara kita tidak terdengar dan kita tidak boleh menyalahkan pihak pembuat UU atau pemerintah begitu saja sebab kita sendiri kurang pro-aktif melindungi apa yang kita miliki. Pemerintah tidak salah karena mereka tidak tahu. Kita yang tahu tidak pro-aktif.
Kalbar banyak pengusaha di mana mereka mempunyai asset dan bisnis di luar Kalbar. Banyak anak-anak Kalbar sekolah di Amerika, Australia, Singapore dll. Seseorang pendatang mengatakan orang kalbar banyak membeli mobil mewah secara cepat kalau ada produk baru. Itu artinya orang kalbar tidaklah miskin semuanya. Orang kalbar kaya bukan hanya mefreka yang pengusaha saja melainkan juga mereka yang mempunyai akses dalam pemerintahan dan bisnis. Lalu kenapa kita berteriak kurang lapangan kerja, yang katanya salah satu factor pendapatan masyarakat tidaklah besar, padahal banyak pebisnis di tingkat nasional adalah orang kalbar? Mengapa tidak dibuat sebuah consortium orang kalbar di manapun mereka berada dan melakukan investasi di kalbar sehingga orang Kalbarlah yang membangun Kalbar dan membantu sesamanya untuk memdapatkan lapangan pekerjaan dengan membuka industri di Kalbar? Meski ini pemikiran yang tidak segampang diimplementasikan karena terkait banyak factor (mis. Sarana dan pra-sarana industri seperti jalan, listrik dsb) namun kalau ada kehendak baik dan komitmen yang kuat hal ini bisa diatasi.
Dari kedua contoh di atas, kelihatanlah bahwa kehenda baik yaitu maksud baik yang diwujudnyatakan perlu digalang secara publik dan massal. “Keselamatan” (baca: kesejahteraan) yang diimpikan di Kalbar sebenarnya ada dalam gengaman orang Kalbar sendiri. Mungkin kita perlu lagi menggalang secara massif kehendak baik semua pihak di Kalbar. Natal mengajarkan semua pihak kalau ingin adanya “syalom” haruslah ada kehendak baik bersama untuk menwujudkannya. Kehendak baik itu dimulai dari pengetahuan yang kita selalu kejar secara pro-aktif agar kita bisa menjadi pemain (kualitas pemainnya) serta rasa solidaritas bersama yang memang diwujudnyatakan untuk membangun kalbar. Dua factor yaitu kehendak baik dan solidaritas yang berujung pada tindakan nyata sebagai sebuah gerakan memakmurkan Kalbar merupakan harapan dan bukan pesimisme. Kalbar tidak kalah harapan. Kalbar bukan hanya mempunyai harapan; banyak hal sudah di tangan orang kalbar sendiri. Kini tinggal kehendak baik dan tekad untuk mengerjakannya serta untuk membuatnya menjadi tekad bersama.
Kiranya Natal tahun 2010 ini dan dengan semangat solidaritas serta kehendak baik segala yang baik akan datang di tahun-tahun mendatang. Semuanya ada pada kita karena yang kita butuhkan memang kehendak baik dan solidaritas. Natal mengajarkan kepada kita pesan fundamental berhadapan dengan pesimisme sebagai besar orang akan situasi di mana pun juga. Solidaritas dan kehendak baik adalah penyelesaian atau solusi dan bukan mengeluh, saling menyalahkan dan menangisi diri sendiri. Natal adalah harapan di tengah krisis di mana Allah menghilangkan krisis dengan memberikan jalan-Nya. Sekarang: apakah Putera Allah ke dunia Ia menemukan iman di bumi? SELAMAT HARI RAYA NATAL 2010 dan SELAMAT TAHUN BARU 2011. IMMANUEL ALLAH.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar