Minggu, 24 Oktober 2010

Batik Dayak Menasional (3-Selesai): Bupati Sekeluarga Jadi Ikon

Tribun Pontianak, Kamis, 3 Juni 2010


Tak hanya karya seni budaya khas dan unik yang bakal mewarnai Gelar Budaya Dayak 2010 di Jakarta. Mereka yang terpilih menjadi ikon gazue ini pun tak kalah unik. Satu di antaranya, Bupati Landak Adrianus Asia Sidot.


Bupati Adrianus Asia Sidot tak sekadar berpartisipasi dalam acara ini. la dan anggota keluarganya bahkan bersedia menjadi ikon peragaan busana batik khas, hasil rancangan desainer Clara Niken Asterina. 
"Saya bangga dengan ba tik Dayak Kalbar. Bagi saya, sekali-kali bupati harus bisa memerankan diri sebagai promotor budaya, tanpa malu atau gengsi menjadi peserta atau ikon peragaan busana," Ucap Adrianus.


Bersama istri dan putrinya, Adrianus nantinya akan berjalan di catwalk Bentara Budaya Jakarta. Setelan busana racikan kain bernuansa etnik bernuansa modern akan mereka peragakan pada 10-13 Juni mendatang. 
"Mungkin karena panitia melihat saya ganteng, istri dan anak saya cantik, makanya mereka memilih kami sebagai ikon," guraunya sambil tertawa. 

Tokoh lain yang mendukung gawe akbar ini adalah Wakil Bupati Kubu Raya, Andreas Muhrotien. la menjadi satu di antara penasihat acara tersebut. Andreas yang keturunan Jawa (Yogyakarta) bersama istrinya, Christina Pareng Suprati, juga bersedia menjadi model. 

"Saya boleh keturunan Jawa. Namun, sudah hampir 20 tahun tinggal di Kalbar. Jiwa saya sudah menjadi Kalimantan," tutur Andreas, yang juga Direktur Sekolah Tinggi Pastoral (STP) Santo Agustinus. Andreas pun mengikutsertakan mahasiswa STP sebagai penyumbang lima nomor tarian etnik pada acara tersebut. 

"Semua kebudayaan punya hak sama untuk hidup di NK-RI. Budaya Dayak itu perlu diperkenalkan di dalam dan di luar Kalbar, bahkan sampai ke luar negeri," tegasnya. 

Pertemuan budaya yang berbeda, diyakini membuat orang saling memperkaya satu sama lain. Keanegaraman itu sendiri dimaknai sebagai berkat agung dari Tuhan. Bagi Andreas, perbedaan budaya bukan untuk dipertentangkan. Sebaliknya, justru untuk dirayakan penuh syukur. Seorang kepala biro di lingkungan Pemprov Kalbar, Kartius, juga tak tinggal diam. Dia turut berperan serta menyukseskan even yang tergolong jarang ini. 

"Ini bentuk usaha menjaga tradisi dan budaya nenek moyang. Saya memang bukan budayawan. Saya jauh dari profesi itu. Namun tidak berarti saya tidak concern terhadap budaya saya," ujar Kartius. 

"Bekerja sebagai penjaga dan pengelola asset Pemprov itu seni. Termasuk bagaimana mengernbangkan dan menjaga"' apa yang dibangun pendahulu, sampai yang dikembangkan saat ini," sambungnya. Kartius bersama istri dan putrinya pun bersedia memperagakan busana, seperti dilakukan Adrianus dan Andreas. Kartius juga bersiap memperagakan permainan tradisional menyumpit.

Sang perancang busana, Clara Niken Asterina, telah mempersiapkan 17 potong karyanya yang khusus dipersembahkan untuk iven bersejarah ini. Sebelumnya, dia mengaku sudah terlebih dulu mengenal kain corak etnik lain di Jakarta. 

"Baru ketika di Pontianak, saya mengenal kain etnis Dayak Kalbar. Sayangnya kain ini belum dikenal luas, padahal punya nilai estetis sekaligus berpotensi bisnis," kata Niken. Peragaan rancangannya nanti, bukanlah sekara promosi. Melainkan bentuk dorongan agar pengrajin kecil dan menengah ikut menggeliat. 

"Mengapa yang indah tidak diperkenalkan ke publik? Me ngapa hanya disimpan di tingkat lokal? Saya yakin, begitu diperkenalkan ke level lebih luas, banyak orang akan memberi apresiasi," yakinnya. 

Jika ingin menasional, batik Dayak harus diperkenalkan dengan tampilan "genre" baru yang kontekstual dengan jaman sekarang. Ini sekaligus menghapus kesan publik yang meganggap, kain etnis hanya digunakan untuk upacara adat tradisional belaka. 

"Kain etnis bisa dipakai setiap saat dan dalam kesempatan apapun. Orang bisa tampil menarik dan cantik tanpa perlu merasa kikuk," tegas Niken. (severianus endi)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar