Minggu, 16 Januari 2011

KONTEKSTUALISASI

Oleh: Johanes Robini Marianto,O.P. 

Tiga-empat bulan lalu di Indonesia orang ramai-ramai bicara mengenai Corporate Social Responsibility tanggung jawab sosial korporasi) (CSR).Intinya ada hokum yang masuk dalam legislasi bahwa korporasi harus (legal) menyediakan sejumlah persen dana untuk keperluan sosial kemasyarakat. Banyak pihak pebisnis itu protes mengenai angka persen yang ditetapkan pemerintah secara legal. Argumennya sederhana biarlah korporasi yang menentukan angkanya. Serahkan saja kepada kebijakan tiap-tiap perushaan. 

Masalahnya bagaimana publik bisa ada mekanisme mengawasi dan sungguh-sungguh merasa ada kontribusi korporasi . tersebut bagi masyarakat? Di Negara lain yang sudah maju dan mengadopsi . semacam "ideologi Negara kesejahteraan" hal ini akan tertuang secara nyata dalam undang-undang dan dengan persentasi yang jelas. Sekali lagi masalahnyj bukan pada merasa terpaksc atau apapun juga, melain-kan demi korporasi itu sendiri dan keyakinan bahwa yang mendukung korporasi selama ini adalah masyarakat. Mungkin di Negara di mana kepastian hokum dan perlakuan hokum masih kurang adil hal ini tidak akan terasakan karena kekuasaan masih bisa melindungi. Namun lama-kelamaan hal ini akan ditinggalkan orang. Maka dari itu, persentase yang pasti dan legal dan sung-guh-sungguh masuk akal dan tidak mematikan usaha (karena sudah ada pajak yang seharusnya merupahkan dana yang kembali ke masyarakat) kiranya perlu diterapkan dengan tegas, meski harus dengan pertimbangan yang matang. 

Untuk daerah Kalimantan Barat kiranya perlu ada suatu kebijakkan mengenai hal ini karena daerah Kalimantan Barat banyak jenis usaha lebih-lebih menyangkut hal-hal yang menyangkut hidup banyak orang, misalnya lingkungan hidup. Ini bukan hanya tegas dalam soal lingkungan hidup, melainkan kontribu­si sosial korporasi. Masalah­nya sudah berat kalau melihat soal lingkungan hidup (ekologi) sehingga dunia internasional sudah "marah" dengan eksploitasi alam kita yang menyela-matkan banyak pihak sekarang atau nantinya akan menderita. Dan ekologi adalah milik semua orang. Korporasi justru mendapatkan untung karena memiliki "ijin/restu' dari banyak pihak, maka selain pajak perlu memikir-kan pihak yang mendukung dan membuatnya menjadi sukses. Di sinilah kita aan bicara GSR 

Mungkin pada akhirnya kita harus memiliki sebuah rasa sosial dalam bisnis. Ini tentu suatu hal yang masih harus kebanyakkan dari kita pelajari. Biasanya kita memikirkan kata sosial adalah masalah personal. Namun hal ini-kiranya bukan lagi kesadaran umuii di banyak tempat/Negara. Justru kita masih harus belajar banyak mengenai hal-hal yang baik dari pihak lain. Kita perlu melembagakan yang namanya "rasa sosial di dalam bisnis" karena bagaimanapun juga dibiar-kan menjadi madalah pribadi akan mejadi riskan karena semua bisa tergoda untuk kembali ke situasi "homo homini lupus." Mudah-mudahan presentasi penulis mengenai banyak perusahaanbesar yang melembagakan rasa sosial bisa membuat kita mere-nung dan atau membuat kita malu bahwa mereka di tepat lain sudah semakin manusiawi sedangkan kita masih banyak yang menjadi "serigala" pemakan sesama kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar