Minggu, 16 Januari 2011

Pengusaha Terpesona Batik Khas

Tribun Pontianak, 12 Juni 2010


Pria itu fasih, seolah-olah dukun. la memulai perhelatan Gelar Budaya Dayak di Bentara Budaya

Jakarta, Jumat (11/6) melalui pertolongan Jubata. Dalatn Bahasa Dayak Kanayatn, merapalkan mantera, menebar beras, dan menerawang menggunakan seekor ayam hitam yang hidup.


Pria itu bukan sembarang orang. Dia adalah Pastor Benidiktus Benik Pr, imam Da­yak asli Kalbar, yang menunjukkan "kebolehannya" pada publik ibu kota. Pembukaan itu menandai dimulainya Gelar Budaya Dayak Kal­bar 2010. Seorang warga Jakarta, So­nar Sihombing, awalnya menyangka pria yang mengenakan rompi dari kidit kayu kapuak itu sebagai dukun benaran. "Saya baru tahu kalau dia pastor, setelah bedah buku Memahami Tuhan Malalui Alam yang dia' tulis," ujar Sonar kepada Tribun. 

Warga Jakarta yang masih asing dengan tradisi Dayak, menyaksikan pemandangan yang langka. Sebelum memasuki ruangan di depan gerbang ditutup sebatang tebu merah. Mereka melihat "sang dukun" bersila di selembar karpet merah, ditemarri obor kecil dari bekas botol minuman kratingdaeng. Ada pula botol air mineral berisi tuak dan beras kuning dalam piring kecil. Benik sedang memohon kepada Jubata—sebutan orang Dayak kepada Yang Maha Kuasa—agar acara itu diberkati dan berjalan tanpa rintangan. Saat ritual itu.berlangsung, tak sedikit warga ibukota yang mengeryitkan dahi. Mereka bingung, lantaran ritual itu menggunakan bahasa Dayak; yang tak sepatahpun [tmereka pahami. Menariknya, rangkaian ritual pembuka ini, disertai musik tradisional Dayak lewat beberapa jenis musik tabuh. 

Suasana pun serriarak, terlebih saat "sang dukun" menggapai ayam hitam dan seolah-olah melakukan terawang. Seorang pemuda berpakaian khas Dayak, menyerahkan sebilah mandau kepada Bupati Landak, Adrianus Asia Sidot. Beberapa. kali tebas, Adrianus berhasil memotong tebu merah itu, dan para undangan dipersilakan. Sambil memasuki arena, para undangan itu disuguhi minuman tuak.sebagai  pelengkap ritual pembuka tersebut. Saat acara beranjak pada bedah buku, satu per' satu konsep "religiusitas" orang Dayak mulai dikuak. Benik, menjelaskan, ritual itu dimaksudkan agar roh beras menjadi roh para peserta. 

Dalam bukunya, Benik me-ngajak hadiri agar, tak serta merta menstigma orang Dayak sebagai animisme dan terbelakang. Orang Dayak, kata Be­nik, meyakini ada yang lebih kuat di alam sana. 

Seorang imam Dominikan asal Philipina, Edmund Nantes OP, mengatakan, sebaiknya orang lebih kreatif menggali nilai-bilai reigiusitas itu sebelum nanti direbut orang lain. Nilai-nilai tersebut harus dimaknai dalam konteks iman. Takjub Ketua Panitia Gelar Budaya Dayak 2010, P Florus, mengatakan, pegelaran busana berbahan kain khas Dayak, menyedot cukup banyak perhatian warga Jakarta,'Jumat malam..Terlebih, para pragawan dan pragawati yang ditampilkan unik dan beda dari fashion show yang lazim digelar. Sebagai. ikonnya, Bupati  Landak Adrianus Asia Sidot bersama istri dan dua anaknya, tampil di catwalk mengenakan busana khas Dayak. Selain itu, ikut tampil seorang Kepala Biro di Pemprov Kalbar, Kartius, didampingi istri dan seorang putrinya. "Penampilan orang-orang yang tidak biasa itu menarik perhatian pengunjung. Selain jenis kainnya yang memang mereka nilai unik dan mena­rik," kata Florus. Bahkan seorang pengusaha Jakarta, mengaku kepada Florus,haru malam itulah dia menyadari Kalbar memiliki kain khas yang cantik dan unik. Seperti kain tenun dan batik Dayak. 

"Pengusaha ini menilai, kain ini sangat prospek untuk dikembangkan. Terlebih diakuinya, belum banyak kalangan pengu­saha ibukota yang mengenal aneka jenisnya," ujar Florus. 

Sang perancang busana, Clara Niken Asterina, mem-persiapkan l7 potong karyanya yang khusus dipersembahkan untuk extent bersejarah ini. Sebelumnya, dia mengaku sudah terlebih dulu mengenal kain corak etnik lain di Jakarta. 

"Sayangnya kain ini belum dikenal luas, padahal punya nilai estetis sekaligus berpotensi bisnis," kata Niken.  Peragaan rancangannya ini bukanlah sekadar promosi: Melainkan bentuk dorongan agar pengrajin kecil dan menengah ikut menggeliat. "Mengapa yang indah tidak diperkenalkan ke publik? Me­ngapa hanya disimpan di tingkat lokal? Saya yakin; begitu diperkenalkan ke level lebih luas, banyak orang akan memberi apresiasi," ujarnya. Jika ingin menasional, batik Dayak harus diperkenalkan dengan tampilan "genre" baru yang kontekstual dengan zaman sekarang. (end)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar